26 September 2007

APBD....... SUDAHKAH BERPIHAK PADA RAKYAT?

Apakah selama ini kita mengetahui dasar-dasar yang berkaitan dengan pola hubungan antara rakyat dengan negara [pemerintah] dan Atau pola relasi antara rakyat dengan negara [pemerintah] ? Relasi negara dengan rakyat yang terjadi saat ini adalah hubungan yang tidak seimbang antara tiga komponen Rakyat, Negara dan Pengusaha, dalam hal ini semestinya State [negara] hanya mempunyai kewajiban dan rakyat punya hak dan kewajiban. Pengabaian kewajiban pemerintah mengakibatkan terjadinya pengabaian hak-hak rakyat yang semestinya diterima dari pemerintah, maka relasi menjadi asimetrik yaitu suatu hubungan yang tidak seimbang.

Konvenan Internasional Tentang hak ekonomi, sosial dan budaya sebagai alat Tagih kewajiban Negara, terkait hubungannya dengan pemenuhan hak-hak rakyat. Indonesia Meratifikasi 2 (Dua) Kovenan (Hak Sipil Dan Politik Serta Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya); UU No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik .

Ratifikasi kedua kovenan itu memberi harapan adanya keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat yang mendambakan penegakan hak-hak asasinya, Hak-hak asasi ini bukanlah pemberian Pemerintah. Ini hak kodrati dari Sang Pencipta kepada semua mahluk di muka bumi. Dengan diratifikasikannya 2 (dua) kovenan internasional yang penting itu, kita menyatakan masuk dalam bagian dari sistem hukum internasional HAM. Ratifikasi kedua kovenan itu memperkuat diplomasi keluar, bagi perlindungan WNI di luar negeri dan kedalam, memperkokoh perlindungan hak asasi WNI, yang ingin dicapai dari hak-hak sipil dan politik dan hak-hak ekosob itu adalah keadilan politik dan keadilan ekonomi dan Pelaksanaan hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekosob itu tidak memiliki prasangka ideologis, artinya hanya bisa dalam sistem sosialis atau sistem ekonomi kapitalis, misalnya.

Pokok-pokok yang terkandung dalam mukadimah kovenan hak ekonomi, sosial dan budaya; (1) mengingatkan bahwa pengakuan atas martabat yang inheren dan atas hak yang sama dan tidak dapat dipisahkan dari semua umat manusia merupakan landasan kebebasan, keadilan, dan perdamaian dunia antara lain (a) Pengakuan bahwa hak-hak tersebut berasal dari martabat manusia yang melekat padanya, (b) Pengakuan bahwa penikmatan kebebasan dari rasa takut dan kekurangan hanya dapattercapaiapabilatercipta kondisi yang didalamnya setiap orang dapat menikmati hak ekonomi,social, dan budaya serta hak sipil dan politiknya dan (c) Mengingatkan kewajiban negara-negara menurut piaganm PBB untuk memanjukan dan pematuhan hak azasi dan kebebasan manusia. (2) Pernyataan kesadaran bahwa individu, yang mempunyai kewajiban terhadap individu lainnya dan komunitasnya, bertanggung jawab untuk bekerja bagi pemajuan dan pantaata hak-hak yang diakui dalam kovenan

Beberapa kata kunci dalam Kovenan yang mengandung kewajiban hukum, yaitu ; To take step (mengambil langkah-langkah), adalah suatu cara yang diambil, terutama sebagai titik berangkat memulai suatu rentetan tindakan; To guarantee (menjamin), adalah menanggapi pemenuhan yang sepantasnya dari sesuatu, untuk mengemukakan bahwa sesuatu telah terjadi atau akan terjadi; To ensure (meyakini), adalah memastikan bahwa sesuatu akan terjadi, memberikan sesuatu bagi atau untuk orang-orang; To recognize (mengakui), artinya mengakui keabsahan atau kemurnian watak, atau klaim, atau eksistensi, dari ; memberikan perhatian dan pertimbangan, menemukan atau menyadari watak dari, memperlakukan sebagai, mengakui, menyadari, atau mengakui bahwa; To respect (menghormati atau memberikan penghormatan), adalah memberikan perhatian kepada sesuatu; To undertake (berusaha) artinya komitmen diri sendiri untuk melakukan , menjadikan diri seorang yang bertanggungjawab atas, terlibat dalam, masuk kedalam menerima sebgai kewajiban, berjanji untuk melakukan; To promote (meningkatkan) berarti memajukan, menolong memajukan, menggalakkan, mendukung dengan aktif dan Progressive realisation (pemenuhan secara bertahap), upaya pemenuhan hak yang dilakukan secara bertahap dan terencana.

Perencanaan Pembangunan dan Perencanaan Anggaran

Anggaran merupakan rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu dengan tujuan mewujudkan kesejahteraan warga negara . UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 1 memberikan batasan anggaran pemerintah (APBN/APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat .

Apa arti penting anggaran? Mengidentifikasikan rencana penerimaan dan belanja dari pemerintah untuk tahun yang akan datang, Menterjemahkan konsep atau kebijakan pemerintah ke dalam praktek, Merefleksikan nilai – nilai dan prioritas dari negara dan Menawarkan kesepakatan untuk membuat pemerintah akuntabel terhadap apa yang mereka lakukan.

Apa fungsi anggaran? Pasal 3 ayat 4 UU No. 17 th 2003 tentang Keuangan Negara mengemukakan 6 fungsi anggaran pemerintah, yaitu; (1) Fungsi otoritas, artinya bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang akan datang, (2) Fungsi perencanaan, artinya bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan, (3) Fungsi pengawasan, artinya bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, (4) Fungsi alokasi, artinya bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian, (5) Fungsi distribusi, artinya bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan dan (6) Fungsi stabilisasi, artinya bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian

Terkait dengan 5 (lima) fungsi tersebut, ciri-ciri sebuah kegagalan dalam penganggaran ; (1) Alokasi ; Anggaran tidak tersedia untuk barang jasa dan publik-anggaran tidak efisien dalam menyediakan jasa publik-Anggaran tidak cukup memadai untuk kebutuhan publik-anggaran di alokasi secara salah, (2) Distribusi ;Anggaran didistribuskan salah-anggaran didistribusikan sangat tidak seimbang sehingga hanya memberi manfaat kepada beberapa kelompok, (3) Stabilisasi ;kebijakan tersebut menyebabkan inflansi-kebijakan anggaran meningkatkan angka pengangguran-kebijakan anggaran mendorong penurunan ekonomi, (4) Pengawasan;tidak transparan pengunaan dana-pihak yang berwenang tidak mengetahui pelaksnaan kegiatan –pihak yang berwenang tidak mampu menilai kelayak dan (5) Prosedur ; Dana dikeluarkan tanap persetujuan secara prosedural-Dana pengadaan barang dan jasa tidak melalui prosedur-tanpa persetujuan oleh pihak yang berwenang-anggaran ditentukan bukan dalam sebuah forum yang sudah ditentukan

Sebuah kontruksi perencanaan Pembangunan dan Perencanaan Anggaran yang dibangun pada hakikatnya telah bersifat partisipatif. Dalam implementasinya siklus perencanaan secara partisipatif ini memang memakan energi. Tetapi perencanaan secara partisipatif ini tidak serta merta melenakan kita untuk mempercayai semua proses yang berjalan begitu saja tanpa adanya pengawasan yang berkesinambungan terhadap semua proses.

Masih banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam proses perencanaan dan penganggaran, dimulai dari tahap Penyusunan. Ada banyak temuan dan informasi yang disampaikan oleh Organisasi-Organisasi atau lembaga yang mengikuti proses di lapangan, selaion itu juga informasi masyarakat yang mengikuti pelaksanaan proses perencanaan dan penganggaran, antara lain proses Musrenbang desa tidak semua masyarakat desa di libatkan, Proses musrenbang di kecamatan hanya mengirim berkas angket isian tanpa kehadiran perwakilan/orang desa yang bersangkutan, Dalam SKPD sudah dirancang sebelumnya-jadi proses pertemuan tidak merubah apa-apa [sudah ada kompromi], Tidak ada transparansi dan publikasi dari proses yang ada.

Di Tingkat desa/kelurahan yang terjadi adalah Musrembang merupakan Otoritas kades, Usulan-usulan masyarakat tidak di tanggapi, prioritas dan anggaran di rubah oleh Tim Perumus. Di Tingkat Kecamatan otorisasi Camat dalam menentukan undangan dalam pilihan prioritas, dalam Musrenbang Kecamatan tidak terwakilinya aspirasi masyarakat lewat BPD dan Kades. Contoh tidak terlaksannya SKPD. Di Tingkat Kabupaten dan Kota, dimungkinkan peluang adanya lobby dengan partai poltik, Dinas-dinas manipulasi data prioritas, hasil Musrenbang tidak sesuai atau tidak beracuan dengan PP 72 tahun 2005, tidak melibatkan Aparat Desa dan Kecamatan. Di Tingkat Provinsi berpeluang terjadi lobby dinas, Partai Politik dan Pengusaha, untuk merumuskan hasil perencanaan selalu diserahkan untuk Tim Ahli sehingga masyarakat tidak mengetahui perkembangan hasil selanjutnya.

Karena itu Model Partisipasi yang dibangun adalah bentuk Partisipasi Semu, suatu keingina setrengah hati dari Pemeritah dalam mengakomodir dan memberikan ruang aksesibilatas dan transparansi publik. Sebagai hasil akhir dokumen APBD adalah satu contoh nyata, tidak pernah dibukanya secara dokumen tersebut untuk publik, yang sebenarnya merupakan dokumen publik yang harus diawasi bersama dalam proses implementasi dan pelaksanaannya. Dokumen yang sangat dirahasiakan dan belum pernah di publikasikan kepada publik, padahal hak-hak rakyat dalam Anggaran tidak saja dalam proses pelibatan di perencanaan (yang juga masih setengah-setengah) tetapi juga dalam akses terhadap dokumen APBDP/Kab/Kota yang telah disahkan oleh Legislatif.

Anggaran Berbasis Hak Dasar Rakyat-Right Based Budget

Mengapa Anggaran berbasis Hak Dasar Rakyat ? (1) Mengembangkan pendekatan hak dasar dalam kerangka pembangunan, (2) Doktrin negara kesejahteraan (welfare state), bahwa negara memiliki kewajiban dan tanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan bagi warga negaranya dan (3) Dalam naskah legal negara kita yaitu pembukaan UUD ’45; UUD ’45 pasal 26 sampai dengan pasal 34; UU No 39 tahun 1999 serta dokumen legal maupun kontraktual lainnya negara memiliki kewajiban dan tanggungjawab dalam mewujudkan kesejahteraan warga negaranya.

Dalam Anggaran berbasis Hak Dasar Rakyat-Right Based Budget, Indikator Kualitatif dan Kuantitatif Hak-Hak dasar Warga Negara, Indikator Utama adalah kewajiban hukum yang terkandung dalam Kovenan, Indikator Kedua sebagai Indikator Operasionalnya adalah Hak – Hak Sipil Politik. Sifat hak ini adalah negative right’s dimana peranan negara dalam pemenuhan hak – hak sipil politik warga negaranya minimum terutama berkaitan dengan derogable right’s (hak yang bisa di negoisasikan) dan non derogable right’s (hak mutlak/tak tergantikan), yaitu Partisipasi masyarakat (komunitas) dalam penyusunan anggaran dan dokumen kebijakan pendukung APBN/D, Keterlibatan masyarakat (komunitas) dalam pengambilan keputusan dan dokumen kebijakan pendukung APBN/D, Keterlibatan masyarakat (komunitas) dalam proses implementasi APBN/D, Keterlibatan masyarakat (komunitas) dalam proses pengawasan APBN/D dan Tersedianya mekanisme komplain atas pelanggaran hak dasar warga negara dalam APBN/D.
Indikator Ketiga sebagai Indikator Operasional adalah Hak – Hak Ekonomi Sosial Budaya. Sifat hak ini adalah positive right’s dimana negara berperan aktif dan di tuntut maksimal dalam pemenuhan, perlindungan, penghormatan dan mempromosikan hak ekosob warga negara, yaitu : Terakomodasinya (terpenuhi) kebutuhan dan hak dasar warga negara dalam program APBD, Terakomodasinya (terpenuhi) kebutuhan dan hak dasar warga negara dalam pagu anggaran APBD dan Terlindunginya hak dasar warga negara dalam kebijakan pendukung anggaran

Bagaimana Anggaran berbasis Hak Dasar Rakyat di Implementasikan ? (1) Pembangunan adalah upaya perwujudan tanggungjawab pemerintah untuk memenuhi hak dasar warga negara, (2) Pembangunan adalah proses bukan hasil akhir sehingga ada ruang negosiasi antara warga negara dengan pemerintah dalam upaya pemenuhan hak dasar, (3) Alat untuk mewujudkan kesejahteraan warga negara salah satunya adalah Anggaran (APBN/D)

Mengenai Analisis Anggaran Berbasis Hak Dasar, bagaimana dengan APBD kita di Kalteng, dari Propinsi sampai di Kabupaten/Kota? sudahkan mengindentifikasi persoalan utama yang dihadapi masyarakat terkait dengan hak dasar? sudahkah menentukan sector/perangkat kerja daerah dalam APBD yang terkait dengan pemenuhan hak dasar dan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat? sudahkah ada keadilan dalam nominal belanja public yang terkait dengan pemenuhan hak dasar dengan belanja disektor lain (misalnya DPRD), sudahkah sesuai dengan nilai yang layak untuk alokasi berdasarkan standar minimal pemenuhan hak berdasarkan konstitusi (misalnya 20% untuk sector pendidikan) dan data riil mengenai jumlah masyarakat yang seharusnya dipenuhi hak-nya berdasarkan kerentanan (misalnya jumlah petani dan nelayan miskin, anak putus sekolah, penyandang cacat, perempuan dan anak-anak) ?

Sumber: Pelatihan Advokasi Anggaran. Palangka Raya. 2006.

Tidak ada komentar: