05 Mei 2008

POINT HASIL FPIC KALTENG




Lokakarya

Free, Prior and Informed Consent

Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia

Membuat FPIC berkerja bagi masyarakat dan perusahaan

Palangka Raya, Hotel Batu Suli dan Dandang Tingang, 30 April – 2 Mei 2008



Ringkasan

Free, Prior and Informed Consent’ (FPIC) telah berkembang sebagai prinsip utama dalam jurisprudensi internasional berhubungan dengan masyarakat adat dan telah menjadi diterima secara luas dalam kebijakan sektor swasta atas ‘tanggung jawab sosial perusahaan’ dalam sektor seperti pembangunan bendungan, industri ekstraktif, kehutanan, perkebunan, konservasi, pencarian-genetika dan penilaian dampak lingkungan. FPIC telah dinyatakan oleh Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) sebagai prinsip utama dalam Prinsip dan Kriteria (P&C). Sama halnya, ‘free and Informed consent’ adalah sebuah persyaratan dari Forest Stewardship Council.

FPIC menyiratkan dipahaminya, perundingan-perundingan tanpa paksaan antara investor dan perusahaan atau antara pemerintah dan masyarakat adat/masyarakat hukum adat sebelum perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman atau perusahaan lainnya yang dibangun dan dikembangkan pada tanah adat mereka. FPIC diterima sebagai hal yang penting untuk memastikan tingkat permainan dilapangan antara masyarakat dan pemerintah atau perusahaan, dimana FPIC menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang dirundingkan, memberikan perusahaan keamanan lebih luas dan mengurangi resiko investasi. FPIC juga menyiratkan penilaian dampak yang cermat dan partisipatif, kesepakatan desain proyek dan pembagian keuntungan.


Sebagai contoh, Prinsip dan Kriteria RSPO menyatakan:

Kriteria 2.2

Hak untuk menggunakan tanah dapat dibuktikan, dan tidak dituntut secara sah oleh komunitas lokal dengan hak-hak yang dapat dibuktikan.

Kriteria 2.3

Penggunaan tanah untuk kelapa sawit tidak mengurangi hak berdasarkan hukum, atau hak ulayat, atas pengguna lain, tanpa keputusan bebas, didahulukan dan diinformasikan dari mereka.

Kriteria 7.5

Tidak ada penanaman baru dibangun pada tanah masyarakat lokal tanpa keputusan bebas, didahulukan dan diinformasikan, yang ditangani dengan melalui suatu sistem yang terdokumentasi sehingga memungkinkan masyarakat adat, masyarakat lokal dan para pihak lainnya bisa untuk menyampaikan pandangan mereka melalui lembaga perwakilan mereka sendiri.

Kriteria 7.6

Masyarakat setempat diberikan kompensasi atas setiap pengambil-alihan lahan dan pelepasan hak-hak, tunduk pada keputusan bebas, didahulukan dan diinformasikan dari mereka dan kesepakatan-kesepakatan telah dirundingkan


Lokakarya ini berupaya untuk meningkatkan kesadaran tentang konsep FPIC dan kepentingannya dalam kinerja sosial. Kegiatan selama 3 hari memberikan panduan bagi pihak masyarakat dan perusahaan, dan juga pemerintah daerah, tentang bagaimana prosedur yang berhasil dapat dilakukan bersamaan dengan prinsip FPIC.

Lokakarya ini mencakup pelatihan tentang bagaimana menyusun dan mengorganisir sebuah sistem yang terdokumentasi dalam bentuk perundingan-perundingan yang memungkinkan masyarakat adat, masyarakat lokal dan parapihak lainnya menyampaikan pandangan-pandangan mereka dalam berbagai negosiasi dan bagi pandangan-pandangan dan harapan-harapan tersebut untuk dimasukan dalam pembuatan keputusan.

Lokakarya yang terlaksana atas dukungan RSPO, Forest Peoples Program, Sawit Watch serta POKJA Sawit Multipihak Kalteng ini dimulai dengan memisahkan satu-hari sesi pelatihan dengan perwakilan masyarakat dari Kalimantan Tengah dan kemudian dengan perusahaan serta petugas pemerintahan. Lokakarya ini menjadi media informasi tentang bagaimana prosedur FPIC telah dilaksanakan di negara-negara lain dan menggali bagaimana prosedur-prosedur tersebut dapat disesuaikan terhadap berbagai kenyataan hukum dan sosial setempat. Pada hari terakhir, dilakukan dialog antara perwakilan masyarakat, perusahaan dan pemerintah daerah bersama untuk secara timbal-balik membahas bagaimana mereka dapat melangkah maju untuk membuat FPIC berjalan dengan baik.


pertemuan yang dilakukan pada tanggal 30 April – 2 May 2008 ini, merupakan bagian untuk mempertemukan gagasan dan ide dalam mencermati berbagai persoalan yang sering di hadapi oleh semua pihak, terkait dengan penanganan pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah. Diantaranya, dampak yang muncul, yakni konflik lahan/tanah antar masyarakat adat/lokal dengan perusahaan, terus sesama masyarakat adat/lokalnya, selanjutnya muncul indikasi-indikasi pencemaran sungai dan lain-lain.

Dengan adanya pelaksanaan FPIC, memberikan gambaran kondisi terkini terkait persoalan yang dihadapi oleh semua pihak (Masyarakat adat/lokal, Pemerintah, Perusahaan dan NGO) serta memunculkan pikiran yang positive dan memberikan bagi semua pihak di pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah.


Hasil Yang Didapat :

  1. Adanya pemahaman bersama antar pihak (masyarakat, pemerintah. Perusahaan dan NGO) berkenaan FPIC yang erat hubungannya dengan penerapan RSPO sebagai langkah awal sebelum pembukaan perkebunan kelapa sawit ataupun pembangunan berinvestasi lainnya.
  2. Adanya tukar informasi dan pengalaman antar pihak (masyarakat, pemerintah. Perusahaan dan NGO) berkenaan strategi penanganan konflik pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah yang pada akhirnya bisa terpahami dengan baik, dimana sebagai upaya mencermati posisi kepentingan masing-masing pihak.
  3. Terekplorasikannya berbagai metode atau langkah-langkah (diantaranya : Pemetaan Partisipatif, Alur Proses kerja FPIC) dalam upaya penerapan FPIC-RSPO yang dipahami oleh para pihak sebagai upaya penanganan konflik di pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah.
  4. Ada peta kondisi terkini tentang konflik yang mendominasi yakni persoalan tanah/lahan di pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah, secara khusus dan umumnya ada 500 konflik di Indonesia yang terpahami oleh para pihak dengan baik.
  5. Adanya pembauran pemikiran antar pihak berkenaan rencana-rencana kedepan untuk meminimalisir konflik kepentingan di pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan membuat langkah awal dari penerapan FPIC-RSPO di Kalimantan Tengah.

Peserta Masyarakat KALTENG

No Nama Asal
1 Handris HS Kabupaten Kapuas
2 Felik Setiawan Kabupaten Kapuas
3 Elwae Kabupaten Katingan
4 Ugu Kabupaten Katingan
5 Samsul Arbaini Kabupaten Barito Utara
6 Rustam Kabupaten Seruyan
7 Bambang Kabupaten Seruyan
8 Bambang Kabupaten Seruyan
9 Guntur Kabupaten Kotawaringin Timur
10 Manto Kabupaten Kotawaringin Timur
11 Abdul Sani Kotawaringin Barat
12 Sapuani Kotawaringin Barat
13 Selma Kabupaten Lamandau
14 Saharen Kabupaten Lamandau
15 Nau Don Yusias Kabupaten Pulang Pisau
16 Sidi U Talajan Dewan AMA Kalteng


Peserta Luar Kalteng

No Nama Asal
1 Ismed Inono Riau
2 Mursid M.Ali Riau
3 Martua Riau
4 Marzuki Effendy Riau
5 Zulkifli Sumatera Barat
6 Pipit Wirastuti Jambi (SETARA)
7 M. Fachrurrozi Jambi (SPKS Jambi)
8 Yanto Pontianak (Sambas)
9 Ayi Sofian Kalimantan Timur (SPKS)


PESERTA NGO KALTENG

No Nama Asal
1 Edy Subahan Pokker SHK
2 Yanti BOSF Mawas
3 Intan WALHI Kalteng
4 Abdul Husaini Save Our Borneo
5 Dr. Ir. Sinto MS LMMDDKT
6 Ewaldianson YPD Kapuas


PESERTA DARI PERKEBUNAN SAWIT
No Nama
1 WILMAR GROUP KALTENG
2 PT BISMA DARMA KENCANA
3 PT AGRO INDOMAS
4 PT AGRO BUKIT
5 PT AGRO INDOMAS - AGRO HARAPAN LESTARI
6 PT TRIPUTRA AGRO PERSADA
7 PT MAKIN GROUP


FASILITATOR DAN NARASUMBER

No Nama
1 EMILIANUS KLEDEN (FPP) FASILITATOR
2 NORMAN JIWAN (SAWIT WATCH) FASILITATOR
3 RUDY READY LAMURU (SAWIT WATCH) NARASUMBER
4 MAHIR TAKAKA (AMAN) NARASUMBER
5 MARKUS (FPP) NARASUMBER
6 KASMITA WIDODO (JKPP) NARASUMBER
7 AHMAD ZAZALI (SCALE UP) NARASUMBER
8 BPPLHD PROP. KALTENG NARASUMBER
9 DEP. HUKUM DAN HAM NARASUMBER
10 DEP. PERTANAHAN NARASUMBER
11 BPN PROP. KALTENG NARASUMBER
12 DR SIUN SH MH (PRKTISI HUKUM KALTENG) NARASUMBER
13 ANSE S. ERLYNOVA (POKJA SM KT) NARASUMBER

Tidak ada komentar: